Wellnessantara. Di Pedukuhan Wanujoyo Kidul, malam terasa lebih dari sekadar perayaan. Tradisi Sedekah Bumi bukan hanya agenda budaya tahunan, melainkan ruang perjumpaan batin antara manusia, alam, dan Sang Pencipta. Ratusan warga yang berkumpul tidak sekadar menjadi penonton, tetapi ikut larut dalam energi kolektif syukur dan kebersamaan.Senin:15/09/2025

Kirab gunungan hasil bumi, sendratari Ramayana, hingga lakon wayang Kresna Duta menghadirkan harmoni antara yang lahiriah dan batiniah. Gunungan yang diperebutkan bukan sekadar simbol rezeki, melainkan ajakan untuk menyadari bahwa kesejahteraan bukan hanya apa yang kita konsumsi, melainkan juga apa yang kita bagi. Inilah wellness kultural: kesehatan jiwa yang lahir dari kesadaran berbagi dan menyatu dengan sesama.
Pagelaran wayang Kresna Duta menghadirkan refleksi lebih dalam. Pertarungan antara Pandawa dan Kurawa sering dibaca sebagai dikotomi kebenaran melawan kebatilan. Namun dalam perspektif wellness, kisah ini mengingatkan bahwa konflik terbesar justru ada di dalam diri—antara keserakahan dan ketulusan, antara ego dan harmoni. Dalang muda Ki Gondo Suharno, yang kini mengambil estafet peran dari para pendahulunya, hadir bukan hanya sebagai penerus tradisi, tetapi juga penjaga keseimbangan batin masyarakat melalui seni.
Kehadiran Bupati Bantul memberi lapisan lain: pengakuan bahwa tradisi lokal bukan sekadar nostalgia, melainkan kekuatan sosial yang memperkuat identitas kolektif. Wellness di sini bukan hanya milik individu, tetapi juga milik komunitas—sebuah kesejahteraan sosial yang lahir dari rasa guyub, rukun, dan gotong royong.
Antusiasme ribuan warga dan pengunjung menegaskan bahwa Sedekah Bumi Wanujoyo telah melampaui fungsi ritual. Ia adalah ruang healing kolektif: warga yang lelah bekerja menemukan jeda, anak muda menemukan inspirasi, pedagang kecil menemukan rezeki, dan masyarakat luas menemukan makna.
Tradisi ini adalah meditasi terbuka: panggung wayang sebagai cermin batin, kirab budaya sebagai gerak tubuh sosial, dan doa syukur sebagai napas spiritual. Wellness bukan lagi konsep asing, melainkan denyut yang sudah lama hidup dalam budaya Jawa—menyatukan tubuh, pikiran, jiwa, dan komunitas.
Di Wanujoyo, wellness tidak dipraktikkan lewat yoga studio modern atau retreat mahal, melainkan melalui sedekah, wayang, dan gotong royong. Sebuah pengingat bahwa keseimbangan sejati lahir ketika manusia mampu menyatukan yang material dan spiritual, yang individu dan kolektif, yang lahir dan batin.(Tyo)