Wellnessantara. Yogyakarta, sebuah kota yang menafaskan sejarah dan kebijaksanaan, kembali menghadirkan ruang perenungan lewat pameran “Melangkah dalam Jejak Budaya Jeron Beteng”. Sebuah undangan untuk berjalan pelan, menelusuri lorong waktu yang terjalin di balik tembok Baluwarti Kraton, di mana kehidupan, budaya, dan makna masih hidup hingga hari ini.

Kebudayaan, pada hakikatnya, bukanlah sekadar benda mati atau fragmen masa lalu. Ia adalah denyut nadi kolektif—terus bergerak, membentuk, dan dibentuk oleh manusia serta lingkungannya. Di Jeron Beteng, lapisan-lapisan itu nyata: rumah-rumah bangsawan di Kelurahan Kadipaten yang menyimpan jejak aristokrasi Jawa; tradisi minum teh di Patehan yang menyajikan keheningan penuh makna; hingga kerajinan tangan dan kuliner di Panembahan yang menjadi wujud kreatif masyarakatnya. Semua hadir bukan sebagai nostalgia semata, melainkan sebagai cara hidup yang masih berlanjut.Acara berlangsung ganggal 31 sanpai 1 September 2025 di nDalem pakuningratan PlazaNgasem Grha Keris Panembahan Yogyakarta
Pameran ini lebih dari sekadar menghadirkan artefak atau kisah masa lalu. Ia adalah jendela refleksi: bagaimana warisan budaya dapat menjadi suluh bagi generasi kini dalam memahami identitas dan merumuskan masa depan. Bahwa budaya tidak berhenti di balik kaca museum, melainkan terus tumbuh dalam interaksi sehari-hari, dalam aroma makanan, dalam detail arsitektur, bahkan dalam sapaan masyarakatnya.
Dengan menghubungkan museum sebagai titik awal perjalanan, wisatawan diajak untuk meluaskan langkah: menjelajahi sentra UMKM, merasakan keramahan warga, hingga menyentuh denyut ekonomi kreatif yang hidup di dalam Jeron Beteng. Sinergi ini menumbuhkan pengalaman wisata yang lebih utuh—tidak sekadar melihat, tetapi juga merasakan, memahami, dan membawa pulang makna.
“Melangkah dalam Jejak Budaya Jeron Beteng” bukan hanya pameran, melainkan sebuah perjalanan batin. Sebuah undangan untuk tidak sekadar menatap masa lalu, tetapi menyelami lapisan-lapisan kearifan yang bisa menjadi bekal di tengah arus zaman yang terus bergerak.
Karena di setiap sudut Jeron Beteng, kita belajar bahwa budaya bukanlah kenangan yang membeku, melainkan kehidupan itu sendiri—yang mengajarkan cara kita berdiri, melangkah, dan menatap masa depan dengan jati diri yang utuh. (Adira)