wellnessantara.com, Mamuju – Di Kalumpang, Mamuju, tersimpan sebuah mahakarya budaya yang sarat spiritualitas: Tenun Sekomandi. Warisan leluhur yang telah berusia lebih dari 500 tahun ini bukan sekadar kain, melainkan cerminan kearifan lokal yang menyatu dengan kehidupan masyarakat dan menjadi daya tarik wisata budaya Sulawesi Barat.
Wakil Menteri Pariwisata, Ni Luh Puspa, dalam kunjungannya ke Rumah Tenun Sekomandi, mengapresiasi upaya para penerus yang masih menjaga tradisi menenun dengan alat gedogan. Ia menekankan bahwa melestarikan budaya adalah fondasi membangun pariwisata yang berkelanjutan.

Proses pembuatan Tenun Sekomandi sarat makna. Dimulai dari memintal kapas (ma’kare’), memberi warna alami dari akar, daun, kulit kayu hingga cabai (mangrara), mengikat benang sesuai motif (ma’bida), hingga akhirnya ditenun dengan ketelitian tinggi (ma’tannun). Setiap lembar kain bisa memakan waktu hingga tiga bulan, menghasilkan keindahan yang penuh spiritualitas dan kesabaran.

Foto: Dok Kemenpar
Motif pertamanya, Ulu Karua atau Ba’ba Deata, merepresentasikan kekuatan leluhur dan kesatuan keluarga. Tak heran jika tenun ini dipercaya sebagai salah satu yang tertua di dunia, bahkan ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia pada 2016.
Bagi masyarakat Kalumpang, Tenun Sekomandi bukan hanya identitas, tetapi juga sumber energi positif, pengikat spiritual, sekaligus peluang ekonomi kreatif. Aroma khas rempah dari pewarna alaminya menambah pengalaman sensorial yang unik, memperkuat nuansa wellness budaya Nusantara.
Kementerian Pariwisata pun menjadikan pengembangan desa wisata berbasis komunitas sebagai program unggulan, termasuk untuk mendukung keberlanjutan tenun ini. Dengan demikian, masyarakat bisa memperoleh manfaat ekonomi, sekaligus menjaga warisan budaya dan lingkungan secara harmonis.
Tenun Sekomandi adalah lebih dari sekadar kain. Ia adalah doa, sejarah, dan vibrasi leluhur yang hidup kembali dalam setiap helainya (MD)